Senin, 28 Desember 2009

Menanti cahaya

"Perdengarkanlah kasih setia-Mu kepadaku pada waktu pagi,
sebab kepada-Mulah aku percaya;
Beritahukanlah aku jalan yang harus kutempuh,
sebab kepada-Mulah kuangkat jiwaku."
Mazmur 143:8

Ayat ini, telah menjadi ayat yang spesial dan berkesan buat saya, sejak seseorang memberiku ayat ini untuk dihafal.
Pertama kali saya membaca ayat ini, saya hanya mengambil intinya, bahwa kita harus percaya kepada Tuhan, meminta petunjuk Tuhan atas jalan mana yang seharusnya kita tempuh, bergantung sepenuhnya kepada-Nya. Itu betul. Tetapi bila dilihat dalam sudut pandang yang berbeda, kita dapat melihat pesan lain yang tersirat dalam ayat ini.

Orang yang memberiku ayat ini mengatakan, bahwa Raja Daud, yang menulis ayat ini, suka berdoa pada waktu pagi. Karena pagi hari adalah waktu yang tenang, pikiran kita juga masih jernih. Lagi pula saya mengingat ayat lainnya yang juga terdapat dalam lagu kesukaan saya, berbunyi "Seek ye first the kingdom of GOD and his righteousness.."
yang artinya "carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya".

Karena lagu ini juga saya memulai untuk selalu mencari Tuhan pada waktu pagi, sebelum melakukan segala pekerjaan saya, yang saya masih lakukan sampai sekarang.

Tetapi kemarin, tepatnya tanggal 28 Desember 2009, ketika saya melakukan renungan pagi, saya menemukan ayat ini. Ayat untuk renungan pagi hari itu. Seperti ini lah makna tersirat yang saya dapatkan lagi dari ayat ini ketika saya membaca renungan pagi:

"Perdengarkanlah kasih setia-Mu kepadaku pada waktu pagi"
ternyata ayat ini bukan hanya nasihat, atau pun kebiasaan yang bisa dicontoh.
Tetapi dalam kalimat ini terkandung sebuah harapan. Harapan untuk bangun kembali di pagi hari, dan mendengar kasih setia Tuhan.

Kita yang suka mendengar kasih setia Tuhan, yang suka mencari Tuhan pada waktu pagi, seberapa lelah dan berat pun malam kita sebelumnya, ketika kita tidur, kita tidak akan takut. karena kita memiliki harapan. Kita tahu ketika kita bangun di pagi hari besok, kita akan mendengar lagi kasih setia Tuhan. Kita akan merasakan lagi kasih-Nya. Ini akan membuat hati kita damai. Ini akan membuat kita merasa patut untuk bersyukur.

Terkadang kita tidak pernah berpikir ke arah ini. Apabila kita tidur, kita hanya tidur saja tanpa memikirkan apa yang akan terjadi nanti pada waktu pagi.
Kita menganggap bahwa pagi hari adalah waktu yang otomatis sudah pasti akan datang mengganti malam kita. Tetapi bagaimana jika yang terjadi adalah seperti ini : Kita tidur pada malam hari tanpa bisa bangun lagi pada waktu pagi keesokan harinya.
Sedikit terasa menyeramkan bukan?

Kemarin saya pergi bersama teman-teman SMA saya untuk berziarah ke makam teman kami. Dua orang teman satu angkatan kami ketika SMA, telah meninggal dunia. karena penyakit kanker yang tidak dapat disembuhkan.
Mungkin kita bertanya, mengapa masih berziarah? Toh alkitab sudah dengan jelas mengatakan bahwa orang yang sudah mati tidak tahu apa2 (Pengkhotbah 9:5-6). Jadi untuk apa? kita datang mengunjungi makam mereka pun mereka tidak akan tahu.

Tetapi toh aku mendapatkan pelajaran berharga bagi diriku sendiri ketika mengunjungi makam teman kami ini, terutama karena ini sangat pas sekali dengan ayat renungan yang aku baca pagi itu.

Ketika melihat makam teman kami, saya tidak lagi bersedih. Saya tahu dia sedang tertidur. Dia sedang tertidur sambil menanti sebuah harapan yang dia percayai. Bahwa suatu hari nanti, dia akan terbangun. Suatu hari nanti dia akan melihat cahaya. Suatu hari nanti, ketika Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kalinya, dia akan dibangunkan dari tidurnya dan mendengar kasih setia Tuhan.

Jadi apalagi yang harus ditakuti?
Ketika kita tidur pada malam hari, dan kita sudah berdoa menyerahkan segala beban dan dosa kita kepada Tuhan, kita memiliki harapan. Apabila kita bangun esok pagi kita tahu kita akan mendengar dan merasakan lagi kasih-Nya. Kasih setia-Nya yang memelihara kita sepanjang waktu, bahkan di waktu tidur malam kita sekalipun.
Atau apabila kita tidur dan tidak bangun lagi, kita tetap memiliki harapan. Bahwa suatu hari nanti kita juga akan terbangun. Dan ketika kita terbangun kembali kita akan mendengar dan merasakan kasih setia Tuhan pada kita. Dimana maut tidak akan ada lagi.
Bukankah hal ini sangat memberikan kita kedamaian?

Sepulangnya saya dari ziarah, saya mendengar kabar bahwa ibu dari seorang teman saya pada hari itu juga telah meninggal dunia.
Big condolence from me to Sheryl and her family. I'm so sorry to hear that.
Sheryl adalah teman baik saya yang sudah saya anggap seperti adik saya sendiri.
Dia adalah seorang gadis yang mandiri. Oleh karena itu saya ingin dia membaca ini.
Saya tahu dia gadis yang kuat dan dia akan tetap kuat sampai Tuhan Yesus datang yang kedua kali.
Saya yakin ketika hari itu datang, saya akan melihat senyum di wajahnya.
Saya yakin dia juga akan merasakan besarnya kasih setia Tuhan.

Saya tidak menyangka ayat yang sederhana ini bisa jadi sangat berkesan di hati saya.
Renungan pagi hari itu benar-benar saya ingat dan saya renungkan sepanjang hari, dalam apapun yang saya lakukan.

Jadi apalagi yang harus kita takutkan? bukankah setiap malam kita tidur dan menanti cahaya pagi? Bukankah teman-teman kita yang sudah pergi juga sedang tidur dan menanti cahaya?
Jadi apa lagi yang harus kita sedihkan?
Bukankah dunia ini sudah semakin buruk dan tidak layak lagi untuk ditinggali?
Bukankah Tuhan sudah menyediakan tempat yang indah disana bagi kita?

Selama kita hidup, lakukanlah yang terbaik. Setialah kepada Tuhan. Tuhan telah memberi masing-masing kita kehidupan dengan porsi yang berbeda, sesuai dengan kemampuan kita. Dia punya rencana yang terbaik yang lebih dari apa yang bisa kita pikirkan.
Percayalah kepada-Nya.
Kita memiliki pengharapan.
Pengharapan yang bukan janji palsu.
Pengharapan yang memiliki kepastian.
Pengharapan dalam Yesus Kristus.
Pengharapan yang akan selalu menaruh damai dalam hati kita, seberapa besarpun kesedihan dan penderitaan kita.
Kita tetap memiliki harapan.

Semoga kasih setia dari Tuhan kita Yesus Kristus selalu menyertai kita dari sekarang sampai selama-lamanya.
Amin.

0 komentar:

Posting Komentar