Senin, 20 Oktober 2014

Abide with me

Abide with me, fast falls the eventide
 The darkness deepens, Lord with me abide
When other helpers fail, and comfort flee
Help of the helpless, o abide with me

Mungkin kita semua bingung mengapa, saya menyanyikan lagu ini di pagi hari?
Saat semuanya terang-terang dan terlihat baik-baik saja.
Tetapi semua sedang tidak baik-baik saja.
Dan karena saya sedang belajar dari buku Kisah Para Rasul, ketika saya membaca ayat Alkitab dalam Kisah 27 saya teringat dengan lagu ini.
Tuhan mengizinkan Paulus untuk pergi ke Italia, agar ia dapat memberitakan injil kepada orang-orang Roma, seperti yang selama ini sangat diinginkannya. Tetapi kapal yang Paulus tumpangi terjebak dalam suatu cuaca yang sangat tidak baik. Badai, ombak, gelombang, malam.
Di ayat 20:
And when neither sun nor stars in many days appeared, and no small tempest lay on us, all hope that we should be saved was then taken away.
Bayangkan hari dimana tidak ada matahari dan tidak ada bintang. Siang hari pun gelap seperti malam. Malam hari, lebih gelap lagi. Kalau saya ada disana sekarang, untuk saya itu sama saja seperti 14 x 24 jam malam terus-menerus, tidak pernah siang.
Bukan hanya kegelapannya yang mengerikan, tetapi juga cuacanya. Badai besar yang menerpa kapal mereka selama 14 hari kegelapan itu.
Dan semua harapan untuk diselamatkan telah hilang. Mereka sudah pasrah untuk mati disana. Mereka merasa tidak mungkin lagi untuk selamat. Seperti di dalam lagu, "when other helpers fail, and comfort flee". Tidak ada lagi yang bisa menenangkan mereka, meyakinkan mereka bahwa mereka akan selamat.

Tetapi justru di saat seperti itulah, Tuhan bicara kepada Paulus bahwa mereka semua akan selamat, hanya kapalnya saja yang tidak akan selamat.
Ketika semua harapan untuk hidup kita telah musnah, Tuhan adalah penolong bagi kita. Tuhan adalah "help of the helpless", artinya penolong bagi orang yang sudah tidak memiliki pertolongan apa-apa lagi.

Dan apa yang Paulus lakukan?
Ia percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhan akan menepati kata-kataNya
"... for I believe God, that it shall be even as it was told me."
Dan ia malah menyemangati mereka yang di kapal bersamanya
"Wherefore, sirs, be of good cheer..."
Ia menyuruh mereka makan, ketika mereka sudah 14 hari berpuasa. Ia mendorong mereka untuk tetap tenang. Adakah orang yang di tengah-tengah kekacauan sedang tenang-tenang makan? Iya, di tengah-tengah masalah hidup seringkali kita lupa untuk tenang. Aku jadi teringat dengan sebuah ayat, yang mengatakan bahwa kita dapat tetap tenang, jika kita percaya kepada Tuhan
"Thou wilt keep him in perfect peace, whose mind is stayed on thee: because he trusteth in thee." ~Isaiah 26:3
Terpujilah Tuhan, karena di dalam keputusasaan dan hilangnya harapan, di tengah-tengah malam yang sepertinya tidak ada ujungnya ini, Ia memberikan pelajaran ini kepadaku.
Tuhan mengingatkan aku bahwa Ia adalah pertolongan bagi orang yang tidak punya pertolongan, pengharapan bagi orang yang tidak punya pengharapan. Dalam kegelapan yang semakin gelap, Tuhan menyertai. Dan dalam kegelapan ini kita dapat tetap tenang dan tetap ceria, jika kita berharap dan percaya kepada Tuhan.
Sulit untuk percaya, ketika kita tidak melihat. Sulit untuk tenang ketika kita tidak melihat pertolongan. Lebih mudah untuk bertanya-tanya kepada Tuhan, dimanakah Tuhan, dan mengapa Tuhan tidak menolong?
Tetapi kita mesti berusaha untuk percaya bukan?
Tuhan membiarkan Paulus 14 hari di laut dalam kegelapan, pasti ada tujuannya bukan?

Oleh karena itu biarlah hari ini saya belajar untuk percaya kepada Tuhan, belajar untuk tetap tenang dan tetap ceria walaupun tidak melihat jalan keluar.
Seperti Daniel yang mengatakan,
"If it be so, our God whom we serve is able to deliver us from the burning fiery furnace, and He will deliver us out of thine hand, O king. But if not, be it known unto thee, O king, that we will not serve thy gods, nor worship the golden image which thou hast set up."
Tuhan saya mampu melepaskan saya dari masalah ini, dan Ia akan melepaskan saya. Tetapi jika tidak, saya tetap tidak akan melanggar perintah yang Tuhan suruh kepada saya.

O Lord, please strengthen me!
 
 
 
 
 
 
 

Minggu, 19 Oktober 2014

Mengenal Musuhmu

Hari ini Tuhan mengajarkan aku pelajaran yang nyata kembali, karena telah sekian lama aku belajar secara intelektual dan tidak mengalami pelajaran itu dalam kehidupan nyata. Tapi hari ini, Tuhan telah membuat aku mengalaminya kembali. Walaupun ini agak memalukan, tapi karena sangat berkesan bagiku, aku mau membagikannya denganmu.

Pagi ini aku belajar Alkitab dari Kisah Para Rasul 27, tentang perjalanan Paulus sebagai tawanan, rencananya mau ke Italia. Aku tidak akan memberikan ringkasannya disini, karena teman-teman bisa baca sendiri nanti, tapi dari renungan tersebut aku belajar tiga hal:
  1. Tidak berlayar sendiri sebelum waktunya sesuai dengan yang Tuhan suruh. Artinya kalau aku mau melakukan sesuatu, tapi Tuhan bilang, "belum sekarang" ya aku jangan jalan terus, tapi ikuti perintah Tuhan, tunggu sampai Tuhan izinkan.
  2. Kalau orang melakukan hal yang salah, padahal sebelumnya telah aku peringatkan, lalu kena akibatnya. Aku mau jadi seperti Paulus. Ketika ia belum punya solusi, ia diam saja. Ia tidak menyalah-nyalahkan orang: "tuh kan, sudah kubilang kan, ga mau dengar sih". Aku punya kecenderungan untuk menyalahkan orang, tapi tidak memberi solusi. Tapi Paulus ketika ia sudah punya solusi, ia hanya menegur orang itu satu kali karena tidak mendengar nasihatnya, dan langsung memberi semangat lagi kepada orang tersebut. Intinya, jangan suka menyalah-nyalahkan orang lain.
  3. Percaya kepada Tuhan, seperti Paulus, bahwa apa yang Tuhan katakan, Tuhan pasti, pasti akan lakukan. Paulus tidak ragu-ragu akan hal ini.
Dan aku senang karena pagi ini bisa mendapatkan poin-poin aplikasi yang praktikal. Tetapi pada kenyataannya, seiring hari berjalan, aku melupakan pelajaran-pelajaran yang aku dapat pagi ini..

Kemudian, suatu peristiwa terjadi dan aku mulai menyalahkan orang, yang mungkin sebenarnya tidak salah, dan mengatakan kata-kata yang kurang baik, yang tajam, yang menyakiti hati orang.
Dan pada akhirnya aku sadar kalau aku salah, dan meminta maaf.

Tetapi Tuhan mau mendidik aku, menjelaskan kepadaku dimana kesalahanku. Malam ini ketika aku belajar Alkitab dari Yakobus, aku mendapatkan ayat ini:

Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. [Yakobus 1:22]

Ketika aku membaca ayat ini aku sangat tertegur. Tadi pagi aku renungan katanya tidak mau lagi menyalah-nyalahkan orang. Tetapi belum lewat satu hari, aku sudah menyalahkan orang. Aduh bagaimana aku ini.

Musuh terbesar kita adalah diri sendiri. Sering kita maunya melakukan yang benar, tapi diri kita cenderung tidak mau. Seperti saya. Maunya berkata-kata yang considerate, tapi kenyataannya aku bicara secara impulsif dan ga dipikirkan lagi kata-kata yang keluar sehingga menyakiti hati orang. Kita harus mengenal musuh kita.

For if any be a hearer of the word, and not a doer, he is like unto a man beholding his natural face in a glass: For he beholdeth himself, and goeth his way, and straightway forgetteth what manner of man he was. [James 1:22-23, KJV]
Seperti halnya saya, tadi pagi renungan, dapat pelajaran, menyadari diri saya bagaimana, lalu selesai renungan, pergi, dan lupa apa yang saya pelajari tentang diri saya. Ayat ini benar-benar bicara tentang orang seperti saya.

Tapi tidak sampai disitu saja, secara tidak sengaja saya baca ayat setelahnya:
Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya. [Yakobus 1:26]
Saya benar-benar tertegur hari ini. Yang saya syukuri adalah firman yang saya terima malam ini. Saya merasa seperti, Tuhan mengajari saya tadi pagi, dan malam harinya, Tuhan memberikan evaluasi terhadap perbuatan saya hari ini. Salahnya dimana, kurangnya dimana, kelemahannya dimana, dan memberikan solusi bagaimana supaya saya bisa memperbaiki ini.

Besok pagi, ketika saya renungan, saya ingin lebih mengenal diri saya lagi. Dan saya tidak ingin lupa lagi, tetapi saya ingin waspada terhadap kelemahan saya, mencegah terulangnya kesalahan.